Dosen ITS Rubah Tumpukan Sampah Menjadi Energi Listrik

SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Berangkat dari permasalahan penumpukan sampah di Indonesia yang semakin menjadi, terutama di kota-kota besar, memberikan gagasan baru bagi dosen Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk mengimplementasikan pengolahan sampah menjadi energi alternatif penghasil listrik.

Penelitian berbasis hydrothermal carbonization yang mempunyai kelebihan dapat mengurangi massa sampah secara signifikan pada prosesnya tersebut dilakukan oleh seorang dosen ITS bernama Dr Ridho Hantoro ST MT.

Dosen dari Departemen Teknik Fisika ITS ini terinspirasi dari konversi nilai energi dan banyaknya sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Salah satu TPA yang mengaplikasikan metode ini adalah TPA Putri Cempo di bawah Pemerintah Kota Surakarta.

“Pemerintah daerah sebenarnya sudah ada yang memanfaatkan sampah menjadi listrik. Namun, dari beberapa jenis metode masih memberikan permasalahan pengurangan massa yang tidak signifikan,” ucap Dr. Ridho saat dijumpai di ITS Surabaya, Senin, (13/01/20).

“Hasil proses hydrothermal carbonization akan digunakan sebagai bahan baku gasifikasi dan gas engine untuk memproduksi listrik,” sambungnya.

Melalui penelitiannya yang berjudul Studi Pembangkitan Energi melalui Pengolahan Sampah Kota (MSW) dengan Proses Hydrothermal Carbonization (HTC) dan Gasifikasi, Ridho fokus menggunakan metode HTC dan Gasifikasi.

“Metode ini keunggulannya mampu meningkatkan nilai kalori material sampah dalam bentuk padatan, sekaligus mengurangi massa sampah secara signifikan pada prosesnya,” terang dosen yang menggeluti bidang efisiensi energi ini.

Pada prosesnya, lulusan S3 Teknik Kelautan ITS ini mengungkapkan, limbah dipisahkan dari logam dan material toksik yang ada, lalu dimasukkan ke dalam reaktor HTC. Pada kondisi saturasi biasanya 23 bar harus tetap dikontrol, hal itu juga tergantung kondisi dan komposisi karakteristik sampah.

“Bisa sampah plastik atau sampah organik seperti sayur-sayuran, limbah rumah tangga, plastik, kertas, dan lainnya,” paparnya.

Baca Juga  Alumnus FH UNAIR Jabat Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika

Selama kurang lebih empat sampai 10 jam akan terbentuk bubur karbon (char). Setelah itu bubur tadi dihilangkan kadar airnya, lalu dikeringkan dan menjadi briket. Briket yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam gasifier, dan didapatkan metana murni yang di-treatment.  Selanjutnya, dimasukkan ke dalam gas engine atau motor bakar yang akan menghasilkan listrik seperti halnya genset.

“Apabila dalam pemanfaatan limbah menjadi biogas akan dihasilkan gas organik, tetapi hasil yang dikeluarkan dari gasifier akan berupa gas sintetik (syngas),” ungkapnya menjelaskan.

DR Ridho berharap, penelitian yang sudah dilakukan ini mampu memberikan kontribusi dalam menyelesaikan permasalahan sampah kota. Khususnya bagi Kota Surabaya. (Tls)

You may also like...