Dua Mahasiswi UK Petra Raih Juara Surabaya Fashion Designer Award 2020

SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Dua orang mahasiswi Program Studi Desain Fashion dan Tekstil (DFT) UK Petra berhasil meraih juara dalam Surabaya Fashion Designer Award 2020. Hal ini, membuktikan UK Petra mampu membentuk mahasiswa untuk tetap berkarya dan berprestasi meskipun dalam masa pandemi.

Mereka adalah Tiffany yang berhasil meraih juara 2 dan Auke Kurnia Septianingrum Azalya meraih juara 5.

Surabaya Fashion Designer Award 2020 yang diadakan di Chameleon Hall Tunjungan Plaza 6, Surabaya ini merupakan agenda tahunan Surabaya Fashion Parade (SFP) ke-13.

Peserta finalis kompetisi kategori umum kali ini berjumlah 20 orang yang berasal dari Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Tiga desainer senior bertindak sebagai juri memutuskan lima pemenang. Juri tersebut adalah yaitu Stella Lewis, Yuliana dan Yunita Kosasih.

Tiffany mahasiswi angkatan 2018 ini mampu merai juara 2 dengan tema Ubah Limbah Plastik Menjadi Berharga, sebagai Ornamen Karya Busananya. Dimana, baju tersebut menggambarkan seorang putri kerajaan dengan kehidupan serba mewah tetapi secaara tiba-tiba harus menjadi pemimpin bagi rakyatnya.

“Saya sangat senang hasil karya baju yang saya buat dengan susah payah bisa diapresiasi dan jalan di runway dilihat oleh orang-orang,” kata Tiffany.

Menurut Tiffany pakaian ini ditujukan untuk wanita muda yang aktif dalam beraktifitas. Dapat digunakan untuk acara spesial pada siang hingga sore hari. Penggunaan aplikasi recycle bunga dari plastik karena tetap ingin memperlihatkan sisi elegant, kreatif, keberanian dan kepintaran dari seorang putri. Menggunakan limbah plastik Tiffani berharap, dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

Sedangkan, Avke Kurnia Septianingrum Azalya peraih juara 5 menggunakan Padu Padankan Limbah Tekstil dengan Kain Tenun asal NTT ini bermula dari kegemarannya bermain game abad pertengahan, akhirnya Auke Kurnia Septianingrum Azalya terinspirasi membuat desain baju bernuansa Indonesia Heritage dengan judul Sustainable Dysto-Tenun War.

Pakaian ini dapat digunakan untuk acara formal, bisa juga digunakan untuk pesta. Suasananya meriah memunculkan sisi etnik dari Indonesia itu sendiri yaitu kain tenun.

Baca Juga  Manfaatkan Teknologi Digital, ITTelkom Surabaya Dukung Penyebaran Informasi Langgar Wakaf Al Qodir

Uniknya selain menggunakan teknik creative fabric atau anyaman, Auke menambahkan unsur sustainable. ”Syal yang saya pakai bekas, tak hanya itu kain tenunnya merupakan bekas taplak meja. Ditambah lagi outer kain hitam yang saya pakai merupakan baju yang dulu tidak jadi saya gunakan. Sehingga saya bisa mengurangi sampah tekstil.”, ungkap Auke detail. (*)

  • Pewarta : Tulus W
  • Foto : Istimewa
  • Penerbit : Dwito

You may also like...