Vitamin D Mampu Tangkal Covid-19 Tapi Bila Berlebihan Pengaruhi Penderita Obesitas

SURABAYA_WARTAINDONESIA.co Vitamin D mungkin jarang diperhatikan selama ini. Padahal, asupan Vitamin D dalam tubuh sangat memengaruhi kesehatan, bahkan mampu menangkal Covid-19. Namun, apabila berlebihan bisa berpengaruh bagi pendrita obesitas (Kegemukan).

Hal ini disampaikan oleh Alumnus Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR dr. Henry Suhendra, SpOT dalam sesi wawancara di kanal Youtube milik Deddy Corbuzier, pada Kamis, 13/07/21) lalu.

dr. Henry Suhendra mengatakan bahwa, sebuah penelitian di Boston pada 2000 membuktikan Vitamin D dapat mengurangi kemungkinan infeksi Virus Corona sampai dengan 54 persen. Namun, tandasnya, kondisi itu dapat dicapai hanya jika kadar Vitamin D dalam tubuh optimal.

“Ini hampir sama dengan vaksin loh. Kan lumayan banyak. Kalau vaksin 60 sampai dengan 65 persen, beda-beda. Vitamin D adalah super hormon yang berpengaruh pada seluruh sel. Sebab, reseptornya ada di semua sel seluruh sistem tubuh kita,” kata dr. Henry.

Kalau Vitamin D dalam tubuh optimal, lanjut dr. Henry, artinya tubuh akan baik-baik saja. Tidak ada penyakit-penyakit. Di sisi lain, Vitamin D memang dikenal memiliki banyak manfaat untuk mengurangi berbagai infeksi. Mulai dari bakteri hingga virus, termasuk Covid-19. Selain itu, Vitamin D juga dapat melawan kanker; sakit jantung; hingga autoimun. Dengan catatan harus optimal 100 persen.

Di Amerika Serikat, Vitamin D terbukti telah memperbaiki berbagai penyakit berat, seperti Penyakit jantung dan 70 jenis penyakit kanker. Sementara itu, terkait varian yang akan terus bertambah, vitamin D dapat meningkatkan imunitas di tiga sektor. Pertama, meningkatkan local barrier pada kulit. Yaitu mempererat celah antar kulit. Sehingga tidak ada celah untuk virus masuk. Kedua, innate immunity. Serta imunitas yang berkaitan dengan pembentukan antibodi oleh T dan B limfosit.

Baca Juga  Kembangkan Inovasi Bidang Kesehatan UNAIR dan BPOM Jalin Kerjasama

“Meski demikian, butuh waktu untuk menaikkan kadar Vitamin D tubuh. Sebab, selain fluktuatif, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi. Misalnya ketika stress atau kurang tidur, maka akan turun,” terangnya.

Sedangkan. Vitamin D dan Obesitas ternyata memiliki hubungan yang kurang menyenangkan. Karena, orang-orang dengan obesitas tinggi lebih rentan terinfeksi Covid-19. Alasannya, karena kandungan Vitamin D pada tubuh penderita berat badan berlebih hanya sekitar 50 hingga 70 persen dari pada orang-orang dengan tubuh ramping. Pada orang-orang dengan obesitas tinggi, Vitamin D yang seharusnya larut dalam lemak lebih banyak terperangkap dalam lemak. Sehingga yang tersisa pada pembuluh darah hanya sedikit.

“Yang bisa dipakai kan Vitamin D di pembuluh darah, baru dibawa ke organ-organ. Jadi semakin tebal lemak seseorang, Vitamin D akan semakin banyak tersimpan di lemak dan jadinya useless,” tandasnya.

Ada beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan Vitamin D agar optimal. Salah satunya yakni berjemur di panas matahari atau mengonsumsi suplemen Vitamin D. Untuk mendapatkan Vitamin D terbaik selama berjemur, Henry menyarankan memilih waktu antara jam 11 hingga 1 siang. Hal tersebut sesuai dengan hasil riset dari salah satu peneliti asal Boston yang datang ke Indonesia pada 2011 lalu.

“Jam berjemur paling optimal, dimana kadar Ultraviolet B maksimum didapat bukanlah pagi hari, melainkan pada jam 11 hingga jam 1 siang. Selain itu, setidaknya 85 persen tubuh harus terpapar sinar matahari secara langsung. Sebab, jika terhalang baju atau objek lainnya, yang didapat tubuh hanya Ultraviolet A yang tidak membentuk Vitamin D,” ungkap dr. Henry. (*)

  • Pewarta : Tulus W
  • Foto : Istimewa
  • Penerbit : Dwito

You may also like...