
BRUIN Temukan 25.733 Sampah Plastik Cemari Lingkungan di Peraira Indonesia
SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Usai melakukan Sensus Sampah Plastik di 64 titik yanga ada di 28 kabupaten/kota di 13 provinsi di Indonesia, BRUIN (Badan Riset Urusan Sungai Nusantara) berhasil mengumpulkan 25.733 sampah plastik yang didominasi plastik (sachet) dan mengidentifikasi 10 produsen pencemar terbesar.
Hal tersebut di paparkan BRUIN dalam acara jumpa pers yang diadakan pada Kmis, (11/01/24) di Surabaya dengan menghadirkan Guru Besar Hukum Lingkungan sekaligus Wakil Direktur Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Digitalisasi, dan Internasional Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Suparto Wijoyo.
Koordinator Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban mengatakan bahwa, Sensus Sampah Plastik ini adalah audit sampah plastik di perairan yang pertama kali dilakukan di jumlah titik terbanyak di Indonesia.
“Penelitian ini dilakukan.dengan metode yang variatif dan lengkap. Sehingga, menjadi penelitian sampah yang paling komprehensif di Indonesia,” kata Kholid.
Sedangkan, lanjut Kholid, Sensus Sampah Plastik ini dilakukan di periode Maret 2022 hingga November 2023 dengan melibatkan 270 relawan dari 38 komunitas/kampus. Dan, selama pelaksanaan Sesnsus Sampah Plastik ditemukan 10 pencemar terbanyak.
Menurut Kholid, yang berada di posisi puncak polutan terbanyak adalah sampah plastik tanpa merek (unbranded), diikuti oleh sampah plastik berlabel dari produsen Wings Food, Unilever, Indofood, dan Mayora di 5 besar pencemar. Selanjutnya ada PT Santos Jaya Abadi, Unicharm, P&G, Garuda Food, dan Ajinomoto.
Untuk langkah selanjunya, BRUIN akan meminta pertanggungjawaban EPR (Extended Producer Responsibility) dari 10 produsen pencemar tersebut untuk mengelola sampah plastik sesuai dengan peraturan pengelolaan sampah. Serta, menekan jumlah penggunaan plastik, termasuk dengan desain yang lebih ramah lingkungan.
“BRUIN juga meminta pemerintah memperluas layanan tata kelola sampah, dan mengimbau masyarakat untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai,” terangnya.
Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Suparto Wijoyo, berharap, pemerintah mengambil langkah lebih tegas terhadap para produsen nakal. Dimana, solusinya adalah penguatan penegakan hukum dan pengawasan bagi industri pencemar sebagai cara memutus keran polusi plastik di Indonesia.
“Pencemaran sampah plastik di perairan memang sudah sepatutnya jadi salah satu perhatian utama pemerintah. Tak hanya mengancam kelangsungan biota di ekosistem perairan, keberadaan limbah plastik, khususnya mikroplastik, dapat membahayakan kesehatan masyarakat,” tandas Prof. Suparto.
Salah satu Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) Amiruddin Muttaqien, mengaku banyak melihat sampah yang tidak terkelola dan tercecer di lingkungan, di sungai, bahkan diperairan pantai, terutama di Indonesia Timur, yang menandakan pemerintah tidak hadir atau lalai dalam memberikan layanan tata kelola sampah bagi masyarakat di daerah tersebut.
“Selain abainya produsen dan lalainya pemerintah, banyaknya sampah plastik di perairan juga menunjukkan masih rendahnya pengetahuan dan tingkat edukasi masyarakat mengenai bahaya sampah plastik dan pentingnya mengurangi penggunaan plastic,” ungkap Amiruddin. (*)
- Pewarta : Tulus Widodo
- Foto : Tulus
- Penerbit : Dwito