Cegah Perundungan dan Kekerasan Seksual Kemendikbudristek Optimalkan Peran Orang Tua

JAKARTA_WARTAINDONESIA.co – Maraknya lonjakan kasus perundungan dan kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak menjadi perhatian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Melalui Direktorat Guru Pendidikan Dasar bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP), Kemendikbudristek menyelenggarakan kegiatan sosialisasi bertema “Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Perundungan dan Kekerasan Seksual”  pada Jumat, (08/03/24) di Jakarta.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan (Dirjen GTK), Nunuk Suryani, menyampaikan bahwa, berdasarkan data asesmen nasional Kemendikbudristek tahun 2022 menyatakan sebanyak 34,51% peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual; 26,9% peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik; dan 36,31% peserta didik berpotensi mengalami perundungan.

“Masalah tersebut tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja, melainkan perlu adanya sinergi bersama antar berbagai pihak baik pemerintah, lingkungan masyarakat, maupun keluarga,” ucap Nunuk.

Oleh karena itu, lanjut Nunuk, Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, tentang pencengahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Peraturan tersebut menjamin kepastian hukum bagi satuan pendidikan dalam melindungi seluruh warga dalam satuan pendidikan tersebut, termasuk guru dan peserta didik, serta meningkatkan kualitas pendidikan guna mewujudkan satuan pendidikan yang merdeka dari kekerasan.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin mengajak seluruh masyarakat, guru dan orang tua untuk mengkampanyekan pencegahan dan penanganan kekerasan. Serta, bergerak bersama menciptakan lingkungan inklusif, berkebhinekaan, dan aman di satuan pendidikan,” terangnya.

Dikesempatan yang sama, Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek, Tetty Herawati Aminudin Aziz, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk komitmen dari DWP Kemendikbudristek dalam melawan perundungan dan kekerasan seksual, menciptakan lingkungan yang aman, melindungi korban perundungan dan kekerasan seksual untuk tidak melakukan atau mendukung aksi tersebut, mengetahui dampak buruk, serta memerangi perundungan dan kekerasan seksual yang dimulai dari lingkungan keluarga.

Baca Juga  Keindahan Tari Bali Meriahkan Pembukaan Festival Indonesia Bertutur 2024

“Kami berharap semua peserta dapat menularkan hal positif setelah mendapat ilmu dan pengetahuan dari narasumber. Sehingga kita dapat menurunkan dan menghilangkan kekerasan seksual demi lingkungan belajar yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi figur yang hebat di masa depan,” tandas Tetty.

Ada tiga cara dalam menghadapi perundungan dan kekerasan seksual. Pertama adalah dengan promotif yaitu menyinergikan peran orang tua dan sekolah, memberi pengetahuan pendidikan seksualitas sesuai tahapan perkembangan anak, melakukan Parenting Class, dan melatih keterampilan sosial anak.

Kedua, dengan cara preventif yaitu melakukan gaya pengasuhan sesuai dengan modalitas utama anak, membangun komunikasi harmonis dengan anak, melakukan pola asuh yang seimbang antara demokratis, otoriter dan permisif, serta menyeimbangkan antara harapan dan kemampuan anak.

Ketiga, cara kuratif adalah memperbanyak afirmasi positif pada anak melalui pujian dan penghargaan, meningkatkan self esteem anak dengan fokus pada kompetensi yang dimiliki, melakukan terapi warna, dan mencari bantuan tenaga profesional seperti konseling atau psikoterapi. (*)

  • Pewarta : Angga DKI
  • Foto : Istimewa
  • Penerbit : Dwito

You may also like...