
Minimalisir Kecelakaan Kerja, Mahasiswa ITS Ciptakan Drone ERASTY
SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Rendahnya kesadaran pekerja akan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) menjadikan kecelakan kerja masih kerap terjadi. Hal ini yang mendasari mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berinovasi menciptakan drone pengawas lingkungan kerja bernama Environment and Human Safety Surveillance (ERASTY).
Drone ERASTY pesawat tanpa awak berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligent/AI) karya Tim Bramunastya ITS tersebut bertujuan untuk menimimalisir dan menghindari potensi adanya kecelakaan kerja.
Tim Bramunastya ITS adalah Hammam Dhiyaurrahman Yusdin, Muhammad Adrian Fadhilah, dan Inggita Nirmala Putri Wardhana dari Departemen Teknik Sistem dan Industri, serta Alif Aditya Wicaksono dari Departemen Teknik Komputer.
Hammam Ketua Tim menjelaskan, bahwa, drone ini terintegrasi dengan AI yang menggunakan nama algoritma You Only Look Once (YOLO) dan dilengkapi rangkaian sensor arduino. Teknologi tersebut digunakan untuk mendeteksi adanya indikator tindakan tidak aman dari Alat Pelindung Diri (APD) pekerja seperti rompi, baju lengan panjang, helm, kacamata, dan sarung tangan.
“ERASTY juga dilengkapi dengan sensor yang dapat digunakan untuk mendeteksi ancaman kebakaran dan gas berbahaya,” kata Hammam, Kamis, (04/03/21).
Tidak hanya itu, lanjut Hammam, pada drone dilekatkan sensor proximity sehingga bisa secara otomatis mendeteksi potensi terjadinya tabrakan dengan objek. Fitur yang diberi nama Smart Collision untuk menghindarkan drone dari halangan di lingkungan kerja.
“Cara kerja dari ERASTY dimulai dari sistem perangkat kerasnya. Perangkat keras yang berupa rangkaian sensor akan menerima sinyal dari kondisi lingkungan kerja, nantinya sinyal yang ditangkap dikirim ke perangkat lunak yang akan menentukan potensi bahaya di lingkungan kerja,” terangnya.
Apabila ERASTY mengidentifikasi tindakan atau kondisi yang tidak aman, maka sistem peringatan akan diaktifkan sebagai pengingat pekerja tentang bahaya tersebut. Dari proses identifikasi itu, hasil scan akan diterima dan disimpan oleh operator computer.
Dijelaskan juga, untuk membuat AI dari ERASTY bisa mendeteksi suatu objek, timnya harus melatih program tersebut terlebih dahulu dengan memasukkan kumpulan data yang relevan. Dalam kasus ERASTY, salah satu data yang dimasukkan berupa foto-foto APD.
Selama 14 hari masa pelatihan, durasi rata-rata ERASTY untuk mengidentifikasi objek adalah 410,1 milidetik. Lebih lanjut, tingkat akurasi tertinggi yang dapat dicapai dalam identifikasi objek ERASTY adalah 90,87 persen, sedangkan waktu penangkapan gas tercepat diperoleh dalam durasi satu detik dengan jarak sumber gas 10 sentimeter.
Sedangkan, keunggulan utama inovasi drone yang diciptakan tim ini adalah tingkat akurasi AI yang tinggi serta fleksibilitas drone dalam melakukan pengawasan. Drone dapat melakukan pengawasan pada area yang sulit terjangkau oleh alat pengawas konvensional seperti CCTV.
Inovasi tim bimbingan Dr Adithya Sudiarno ST MT ini pun akhirnya berhasil meraih medali emas pada ajang Asean Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2021 yang diselenggarakan Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 23 Februari lalu. Pada kompetisi ini, mereka menjadi salah satu yang terbaik dari 70 paper internasional lainnya di kategori Innovative Science. (*)
- Pewarta : Tulus W
- Foto : Istimewa
- Penerbit : Dwito