Guru Besar : Indonesia Dihimbau Tidak Menjiplak Negara Lain Terkait Kebijakan Kemasan Pangan

JAKARTA_WARTAINDONESIA.co – Indonesia dihimbau agar tidak menjiplak negara lain terkait kebijkan kemasan pangan. Salah satu contoh seperti kasus pangan yang terjadi di salah satu negara terkait isu Bisfenol A (BPA).

Hal ini disampaikan secara tegas oleh Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, C.Ht, mellaui rilis resminya pada Selasa, (10/10/23) di Jakarta.

Prof. Ahmad menyarankan agar Indonesia membuat aturan sendiri yang berbasis evidence atau berdasarkan bukti, scientific based atau berbasis ilmiah dan sesuai dengan peraturan yang ada.

“Harus ada analisisnya. Kita tidak bisa mengadopsi begitu saja apa yang terjadi di negara luar. Selama kita belum melakukan analisis resiko, kemudian ada bukti-bukti evidencenya,  kita nggak bisa asal jiplak aturan yang ada di luar karena kondisinya berbeda,” tutur Prof. Ahmad.

Meskipun, lanjut Prof. Ahmad, di negara lain itu sudah ada hasil riset segala macam itu belum tentu kemasan pangan yang dikritisi sama dengan yang digunakan di Indonesia. Seperti di Eropa yang diprotes kemasan botol bayi dan kaleng, bukan air kemasan galon guna ulang.

“Sebab, di sana itu memang masyarakatnya tidak ada yang mengkonsumsi air minum galon guna ulang tapi tap water. Nah, jadi aneh jika itu dijiplak dan dianggap sama dengan air galon guna ulang yang digunakan di Indonesia,” terangnya.

Menurut Prof. Ahmad, kondisi yang terjadi di negara luar belum tentu sama dengan di Indonesia.  Artinya, Indonesia harus melakukan penelitian sendiri terhadap kemasan-kemasan produk pangannya dan harus dibuktikan.

“Kalau pun menjiplak, harus dilihat benar nggak kondisi kita sama dengan kondisi di luar. Harus dilakukan studi dulu. Dan kenapa juga harus terburu-buru. Apakah memang itu sudah pada taraf yang sangat membahayakan, beresiko, sehingga segera dibuat regulasinya?,” tanya Prof. Ahmad.

Baca Juga  Asuransi Astra Ajak Finalis #AksiMudaIndonesia Dukung Kelestarian Lingkungan

Kejadian seperti ini akan berefek jelek. Dimana, rakyat bisa menjadi tidak percaya lagi terhadap peraturan  pangan di Indonesia. Karena, tujuannya murni melindungi masyarakat, melindungi konsumen. Bukan untuk memenangkan satu perusahaan atau melindungi satu usaha tertentu.

Prof. Ahmad menyarankan agar lembaga terkait melakukan kajian terlebih dulu secara tuntas dan tidak membuat aturan yang terburu-buru hanya karena ada pesanan. Serta, tidak buru-buru menuduh air galon guna ulang berbahaya.

Untuk menguji apakah air minum galon guna ulang itu berbahaya atau tidak, menurut Prof. Ahmad, itu sangat mudah. Caranya, memberikannya kepada hewan percobaan seperti tikus.

“Kasih minum saja air galon guna ulang kepada tikus, muncul nggak gejala sakit?. Kenapa hanya praduga yang nggak jelas. Saya belum pernah baca, mendengar ada toksikologi air minum galon guna ulang pada hewan,” tegasnya.

Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Anisyah, mengatakan, banyak negara di dunia semakin memperketat regulasi dan penggunaan senyawa BPA untuk campuran dalam kemasan plastik makanan dan minuman.

“BPOM mewakili pemerintah RI bakal melakukan hal yang sama di Indonesia. Isu BPA ini bukan lagi isu nasional, tapi sudah jadi isu global,” ungkap Anisyah. (*)

  • Pewarta : Angga (rilis)
  • Foto : Ilustrasi
  • Penerbit : Dwito

You may also like...