Dirjen Pajak Menjamin PPh Atas Natura/Kenikmatan Tidak Mengganggu Pekerja

JAKARTA_WARTAINDONESIA.co – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menjamin mekanisme ketentuan perlakuan PPh (Pajak Penghasilan) atas natura/kenikmatan tidak akan mengganggu pekerja yang selama ini mendapat fasilitas yang menunjang pekerjaan.

Hal tersebut disampaikan secara tegas oleh Dirjen Pajak dalam kegiatan Media Briefing bertajuk “Update Informasi Perpajakan” pada Selasa, (10/01/23) di Jakarta.

“Melalui Media Briefing ini, kami menyampaikan beberapa update ataupun penambahan penjelasan atas beberapa isu yang beredar secara umum agar terdapat kesamaan persepsi kebijakan perpajakan,” ujar Dirjen Pajak Surya.

Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Pajak juga menyampaikan kembali pilar-pilar reformasi perpajakan, yakni pilar organisasi, SDM, IT dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan.

Melalui perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam koridor reformasi perpajakan tersebut, salah satu hasil dari keberhasilan tersebut tecermin pada keberhasilan DJP mencapai target penerimaan pajak dua tahun terakhir.

Pada pilar peraturan perundang-undangan, perbaikan regulasi telah dilakukan dengan terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Untuk mengelaborasi undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan satu peraturan pemerintah (PP) di bidang Pajak Penghasilan (PPh), satu di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan dua di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yakni, PP-55/2022, PP-50/2022, PP-44/2022, dan PP-49/2022.

“Saya perlu tekankan bahwa pengaturan dalam keempat peraturan pemerintah ini bukanlah pengaturan baru melainkan pelaksanaan atau elaborasi dari UU HPP sehingga tidak lepas dari UU HPP,” terangnya.

Sedangkan, terkait ketentuan perlakuan PPh atas natura/kenikmatan, Dirjen Pajak menegaskan bahwa mekanisme natura/kenikmatan yang diatur dalam UU HPP dan PP-55/2022, yakni menjadi dapat dibebankan dan menjadi objek PPh (taxable and deductible) bertujuan meningkatkan keadilan dan lebih tepat sasaran.

Saat ini DJP sedang menyusun rancangan peraturan menteri keuangan untuk mengatur lebih lanjut natura/kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan PPh. Rencana natura/kenikmatan yang akan dikecualikan antara lain, bingkisan dengan batasan tertentu, peralatan dan fasilitas kerjaseperti laptop dan ponsel, fasilitas kendaraan yang diterima oleh selain pegawai jabatan manajerial, fasilitas pelayanan kesehatan, dan lain-lain.

Baca Juga  Pajak Jatim Siap Laksanakan Sita Serentak Aset Penunggak Pajak

Selanjutnya, rencana simplifikasi pengaturan atas penghitungan PPh pasal 21. Nantinya, mekanisme penghitungan PPh pasal 21 yang selama ini dirasa membingungkan karena memiliki kurang lebih 400 skenario penghasilan, diubah menggunakan skema tarif efektif (TER). Tarif efektif ini akan tersedia dalam tiga tabel tarif yang sudah memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi setiap jenis status PTKP. Skema ini akan memudahkan penghitungan karena wajib pajak tinggal mengalikan tarif efektif tersebut dengan penghasilan bruto setiap masa pajaknya.

Informasi berikutnya terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sampai dengan 8 Januari 2023 dinyatakan sudah ada 53 juta NIK terintegrasi dengan NPWP dari total 69 juta NIK. Dirjen Pajak mengimbau wajib pajak orang pribadi dalam negeri segera melakukan pemadanan NIK sebagai NPWP melalui portal djponline www.pajak.go.id agar manfaat integrasi dapat segera dirasakan.

Untuk realisasi SPT Tahunan mulai 1 Januari 2023 sampai dengan hari ini (10/01/23) DJP sudah menerima 194.122 SPT Tahunan orang pribadi dan 9.416 SPT Tahunan badan.

“Untuk SPT Tahunan 2022 sendiri, selama tahun 2022, SPT yang disampaikan ke DJP ada 17,20 juta SPT, meningkat dari SPT Tahunan 2021 yang sebanyak 16,46 juta SPT,” pungkas Suryo. (*)

  • Pewarta : Angga/Tulus
  • Foto : Istimewa
  • Penerbit : Dwito

You may also like...