
OJK Dorong BPR/BPRS Berkolaborasi Bersama Fintech Peer to Peer Landing
SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Pandemi telah mengakibatkan investasi dan kegiatan produksi melambat, baik akibat turunnya permintaan, berkurangnya partisipasi tenaga kerja, dan terganggunya supply chain.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi dalam acara Evaluasi Kinerja BPR/BPRS Semester II Tahun 2020 secara virtual pada Senin, 14 Desember 2020.
Bambang Mukti Riyadi menjelaskan bahwa, kegiatan Evaluasi Kinerja BPR/BPRS sendiri bertujuan untuk menyampaikan informasi perkembangan industri BPR/BPRS selama periode tahun 2020 serta isu strategis lainnya dalam rangka peningkatan peran BPR/BPRS dalam mengembangkan perekonomian Jawa Timur di masa pandemi Covid-19.
“Konsumsi masyarakat turun tajam juga diakibatkan karena adanya kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan sosial, termasuk menutup pusat-pusat perbelanjaan dan menghentikan operasional beberapa moda transportasi serta sikap masyarakat yang mengurangi kegiatan di luar rumah,” ucap Bambang, Senin, (14/12/20).
“Berhentinya kegiatan bisnis tidak hanya menurunkan pendapatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan,” imbuhnya.
Proses pemulihan ekonomi, lanjut Bambang, mulai terjadi pada semester kedua setelah tingkat kepercayaan investor meningkat sejalan dengan bergeraknya kembali perekonomian pasca pelonggaran pembatasan sosial.
“Kondisi tersebut diharapkan mampu meningkatkan optimisme khususnya bagi industri BPR/BPRS untuk tetap dapat tumbuh dan berkinerja baik, tercermin dari pertumbuhan kredit 2,22% (yoy) lebih tinggi dibandingkan perbankan Jawa Timur dan Nasional,” harapnya.
Dalam kesempatan evaluasi, Direktur Pengawasan LJK 1, Triyoga Laksito juga memaparkan secara umum BPR/BPRS Jawa Timur sejauh ini dapat bertahan, terlihat kondisi likuiditas yang cukup dan penghimpunan DPK serta penyaluran kredit yang masih menunjukan pertumbuhan positif, masing-masing sebesar 3,42% dan 2,22%, meskipun pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rasio kredit atau pembiayaan bermasalah yang ditunjukan dari rasio NPL atau NPF, sedikit meningkat dari rasio tahun sebelumnya yaitu dari 8,13% menjadi 9,45%.
“Dengan adanya kebijakan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19, BPR/BPRS diharapkan dapat secara tepat mengidentifikasi kredit yang layak untuk diberikan restrukturisasi,” terang Triyoga.
Menurut OJK, Isu strategis lainnya yang dihadapi BPR/BPRS yaitu kompetisi dengan perusahaan keuangan lainnya seperti Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), serta layanan LAKU PANDAI sehingga BPR/BPRS harus selalu tangkas/cekatan, adaptif dan kreatif untuk menemukan solusi dan peluang yang ada di balik tantangan tersebut.
Agar dapat bersaing, OJK mendorong agar BPR/BPRS dapat melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, diantaranya berkolaborasi dengan Fintech peer to peer landing, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Selanjutnya, melalui penerbitan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 tanggal 3 Desember 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang
Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, OJK memperpanjang kebijakan restrukturisasi sebagai respon untuk mempercepat pemulihan sektor riil dan konsolidasi bisnis perbankan pasca pandemi. (*)
- Pewarta : Tulus W
- Foto : Istimewa
- Penerbit : Dwito