Kader dan Guru Memiliki Peranan Penting Dalam Program Eliminasi TB Anak

SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Angka kematian bayi dan balita merupakan indikator penting untuk menilai derajat kesehatan masyarakat di suatu bangsa. Termasuk, di Indonesia khususnya di Jawa Timur.

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Geliat UNAIR Prof Dr Nyoman Anita Damayanti drg MS dalam kesempatan seminar bertema “Capacity Building Peran Kader dan Guru Program Eliminasi TB Anak” pada Selasa, (27/09/22) di SMK Barunawati Surabaya.

Prof Dr Nyoman Anita Damayanti mengatakan bahwa, tahun 2019, angka kematian balita di Indonesia mencapai 24 per 1000 kelahiran hidup. Dimana, artinya belum memenuhi target SDGs yaitu sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2017).

“Sementara itu,berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Timur, angka kematian balita terlapor mengalami penurunan, dari 4338 balita pada tahun 2018 menjadi 4216 balita pada tahun 2019,” ucap Prof. Nyoman, Selasa, (27/09/22).

Meskipun demikian, lanjut Prof Nyoman, angka kematian balita di Jawa Timur dinilai masih sangat tinggi. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian ke-9 di dunia dan Indonesia saat ini merupakan kabupaten terbesar ke-2 di dunia sebagai penyumbang penderita TB.

“Untuk itulah pentingnya peran serta dari para kader dan guru di seluruh Kota Surabaya untuk bisa turut berpartisipasi dalam penanganan TB pada anak sejak dini,” terangnya.

Sebagai kontribusi dalam melakukan kebijakan TB dan implementasinya, Universitas Airlangga bekerjasama dengan UNICEF, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Susanto Adi Wibowo, Penanggung Jawab TBC Dinas Kesehatan Surabaya menjelaskan bahwa, indikator kinerja program TB adalah deteksi kasus dan pengobatan. Pada tahun 2021 total kasus suspek TB anak di Surabaya sebanyak 3091 kasus, dan total kasus terkonfirmasi TB anak dan dirawat 283 kasus.

Baca Juga  Curhat Bisa Menjadi Obat Terbaik Bagi Kesehatan Mental, Ini Alasannya

“Namun, dukungan lebih lanjut deteksi kasus dan pengobatan dapat meningkatkan pencapaian program TB di Surabaya,” papar Susanto.

Pandemi COVID-19 menempatkan anak-anak pada risiko yang lebih tinggi baik karena dampak langsung maupun tidak langsungnya. Diperkirakan pandemi akan meningkatkan jumlah kematian anak sebesar 10%-45%. Beberapa penelitian dan laporan rutin di tahun 2020 menunjukkan adanya gangguan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (KIA) esensial akibat pandemi. Gangguan bervariasi di seluruh provinsi dan kabupaten.

“Oleh karena itu, kemampuan kader dan guru dalam mengetahui gejala tuberculosis pada anak sangatlah penting,” tegasnya.

Sehubungan dengan hal itu, penting dilakukan pengembangan kapasitas untuk kader dan guru agar mampu meningkatkan kemampuan serta kepercayaan dalam melakukan edukasi kesehata terkait tuberculosis. Dalam pelaksanaan kegiatan ini Kota Surabaya menjadi kota prioritas.

Sedangkan, tujuan kegiatan kali ini adalah meningkatnya pengetahuan kader dan guru mengenai tuberculosis anak, menumbuhkan pemahaman pentingnya peran kader dan guru dalam edukasi tuberculosis anak dan membentuk koordinasi dan kerjasama antar kader dan guru dalam meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri dalam pemberian edukasi tuberculosis anak. (*)

  • Pewarta : Tulus W
  • Foto : Tulus
  • Penerbit : Dwito

You may also like...