Perilaku Merokok Anak Sekolah Makin Meresahkan, Pemerintah Dihimbau Segera Revisi UU
SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Perilaku merokok anak sekolah tingkat SMP hingga SMA mengalami peningkatan yang sangat drastis. Hal ini cukup meresahkan bagi para orang tua karena memiliki dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Hario Megatsari saat Diseminasi dan Sosialisasi Hasil Penelitian bertema “Anak Sekolah di Belantara Iklan dan Penjualan Rokok” secara hybrid pada Selasa, (16/05/23) di Gedung ASEEC Kampus B Unair Surabaya.
Menurut Hario, fakta perilaku merokok tersebut sudah dilakukan penelitian yang dilakukan oleh FKM) UNAIR bekerjasama dengan Center for Disease Control and Prevention Foundation, USA.
“Prevalensi perokok anak usia 10-14 tahun diketahui terus meningkat hingga 16 kali lipat (Fakta Tembakau Indonesia 2020). Empat dari tujuh pemicu anak merokok berkaitan dengan iklan. Baik iklan di TV, di luar ruangan, maupun di media social,” kata Hario.
FKM Unair, lanjut Hario, telah melakukan riset terhadap 6.786 siswa dari 165 sekolah di Serang, Padang, Lombok Timur dan Banyuwangi. Hasilnya, 51,7 persen siswa sekolah setingkat SMP SMA mengonsumsi rokok konvensional. Sementara 50,7 persen mengonsumsi rokok elektrik.
“Pada umumnya anak-anak usia SMP SMA merokok konvensional dua hingga lima batang sehari dan menghisap rokok elektrik sehari sekali,” terangnya.
Berdasarkan penelitiannya, anak-anak mengaku paling sering terpapar iklan rokok di kios penjualan rokok. Selanjutnya disusul oleh papan reklame, internet, televisi, serta majalah/koran. Sementara itu, mereka mengatakan tidak pernah menerima promosi rokok melalui kaos, voucher, maupun tawaran rokok gratis dari perusahan rokok.
“Dengan adanya fakta tersebut diatas, kami mendorong pemerintah untuk segera melakukan melakukan revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,” tegasnya.
Perlu diketahui, saat ini di Indonesia, norma peraturan tentang iklan rokok masih berupa pembatasan, belum pelarangan, baik pada UU Penyiaran, UU Pers, maupun PP 109/2012.
Dikesempatan yang sama, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan mengungkapkan, bahwa, upaya pelarangan total iklan rokok menemui tantangan yang cukup besar.
“Kami melihat rekomendasi dari para narasumber, ujungnya adalah revisi Undang-undang, mempercepat PP 109. Revisi regulasi tidak cukup dan upaya penegakannya perlu diperkuat,” tandas Eva.
Menurut Eva, peran pemerintah daerah dalam hal itu dinilai sangat strategis. Pemda melalui peraturan daerah mempunyai kekuatan hukum yang mampu menegakkan regulasi yang dibuat.
Di sisi lain, Kemendagri sebagai koordinator pelaksanaan Pemda telah melakukan beberapa upaya untuk turut menekan dan membatasi angka merokok. Salah satunya melalui Surat Edaran Nomor 454/2023/SJ April 2023 tentang penerbitan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Per 2023, hanya empat provinsi yang baru menerapkan KTR. Yakni Bengkulu, Bali, Jambi, dan Jawa Timur. Terakhir, Kemendagri juga menyebut, KTR harus menjadi prioritas perencanaan pembangunan tiap daerah,” pungkas Eva.
Perlu diketahui, acara tersebut juga dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 yang juga dihadiri oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH., selaku Ketua Umum KOMNAS Pengendalian Tembakau. (*)
- Pewarta : Tulus W
- Foto : Tulus
- Penerbit : Dwito