Dirjen Pajak : PPN Tidak Dikenakan Untuk Sembako Pasar Tradisional

SURABAYA_WARTAINDONESIA.co – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak akan dikenai pada bahan pokok atau sembako (sembilan bahan pokok) yang dijual di pasar tradisional.

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Neilmaldrin Noor melalui virtual pada Senin, 14 Juni 2021 untuk menjawab polemik pengenaan PPN sembako yang tercantum dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP.

Neilmaldrin Noor menegaskan kembali bahwa, dalam usulan RUU KUP terkait PPN sembako, utamanya tentu tidak semua, akan dilakukan pembedaan. Karena, RUU sendiri dilihat akan ada pembedaan terkait dengan sembako.

“Misalkan barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN,” ucap Noor melalui virtual, Senin, (14/06/21).

Noor juga menjelaskan, tarif PPN dalam usulan RUU KUP akan dikenai untuk sembako yang bersifat premium. Namun, tidak dijelaskan secara mendetil terkait dengan berapa tarif yang akan dikenakan dan batasan harga bahan pokok yang akan dikenai PPN.

“Sedangkan, tujuan dari dilakukannya penyesuaian sistem pemungutan PPN adalah untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien,” terangnya.

Perluasan objek PPN pada dasarnya mempertimbangkan prinsip ability to pay atau kemampuan membayar pajak para wajib pajak atas barang/jasa yang dikonsumsi. Sehingga, diharapkan sistem pemungutan bisa efisien.

“Serta, untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus pada golongan menengah bawah yang saat ini lebih merasakan situasi akibat pandemi covid-19,” tandasnya.

Perlu diketahui, wacana perluasan objek PPN tentu tidak akan mencederai ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah. Seperti contoh, untuk daging segar yang dijual di pasar tidak dikenakan PPN. Namun, untuk daging dengan harga jutaan rupiah, misalnya daging wagyu, akan dikenakan pajak atas konsumen.

Baca Juga  Persyaratan Perluasan Sektor Insentif Pajak Hadapi Covid-19 Tersedia Secara Online

“Maka harus ada pembeda antara kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat secara umum, dengan kebutuhan pokok yang tergolong premium. Karena penghasilan yang mengonsumsinya berbeda-beda. Jadi untuk keadilan,” ungkap Noor.

Meskipun demikian, pihak Dirjen Pajak belum menjelaskan berapa tarif pajak yang akan dibandrol atas barang kebutuhan pokok premium beserta dengan threshold harganya. Sebab, masih perlu proses pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (*)

  • Pewarta : Tulus W
  • Foto : Tulus
  • Penerbit : Dwito

You may also like...