ITS Kembangkan Teknologi Biodesalinasi Ubah Air Asin Menjadi Tawar

SURABAYA_WARTAINDONESIA..co – Para sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tidak henti-hentinya melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Seperti yang kembali dikembangkan oleh salah satu dosen Departemen Teknik Lingkungan, Harmin Sulistiyaning Titah ST MT PhD, yang memimpin penelitian bersama rekan-rekannya mengenai biodesalinasi menggunakan tumbuhan mangrove dan mikroorganisme untuk mengolah air laut dan air payau menjadi air tawar.

Harmin Sulistiyaning mengatakan bahwa, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki pasokan air laut dan air payau yang sangat melimpah. Dengan metode yang benar, melimpahnya sumber daya ini dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan air tawar mereka.

Semakin berkurangnya sumber air baku tawar, mendorong Harmin dengan timnya untuk melakukan penelitian ini. Teknologi yang sedang dikembangkan Harmin dan timnya merupakan sebuah teknologi biodesalinasi yang menggunakan asas fitoteknologi, yakni sebuah metode yang memanfaatkan tumbuhan dengan mikroorganisme pada akarnya untuk menangani kasus pencemaran dalam air.

Pada kesempatan ini, tumbuhan yang digunakan merupakan tanaman mangrove dengan bantuan mikroorganisme dalam sebuah reed bed system.

“Sehingga dalam sistem ini ada proses fisik, kimia, dan biologis untuk bisa menyisihkan salinitas (keasinan) pada air payau,” kata Harmin saat dijumpai di ITS, Rabu, (19/02/20).

“Teknologi biodesalinasi ini memiliki biaya operasional yang lebih rendah. Banyak teknologi desalinasi air laut menjadi air tawar, namun biaya operasionalnya lebih tinggi seperti teknologi membran,” tambahnya.

Pada prosesnya, dosen yang menggeluti bidang remediasi lingkungan ini menjelaskan, akar dari tumbuhan mangrove dengan bantuan mikroorganisme memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengakumulasi ion yang ada dalam air.

“Ada proses uptake ion Na dan Cl oleh tumbuhan mangrove, serta proses filtrasi oleh media pasir dan kerikil yang digunakan dalam reaktor reed bed,” terangnya.

Baca Juga  Bangkitkan Semangat Kemerdekaan, RA Surabaya Ajak Anak Anak Bermain Wayang Kertas

Selain dapat menyerap ion-ion dalam air, menurut Harmin, mikroorganisme ini mampu membuat proses penyisihan salinitas air menjadi lebih stabil.

“Bakteri yang kami gunakan yaitu Halobacterium, sehingga mampu membuat penyisihan salinitas lebih stabil,” terang Harmin lagi.

Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Remediasi Lingkungan Departemen Teknik Lingkungan ITS ini sudah berjalan selama dua tahun dan sudah mampu untuk menurunkan salinitas air secara signifikan. Dapat diketahui bahwa sistem tersebut mampu menurunkan salinitas awal air sebesar 25 per mil menjadi 1,9 per mil.

Meski demikian, Harmin mengakui, air dengan tingkat salinitas ini masih tergolong sebagai air payau. Sehingga penelitian tersebut masih akan terus dilanjutkan untuk bisa menurunkan salinitas air hingga kurang dari 0,05 per mil yang merupakan tingkat salinitas untuk air tawar.

“Penelitian masih akan terus berlanjut untuk tahun ketiganya di tahun 2020 ini,” pungkasnya. (*)

  • Pewarta : Tulus W
  • Potograper : Istimewa
  • Publisher : Dwito

You may also like...