Tidak Jaman Balita Makan Pisang Kerok Berlebih Untuk Tekan Stunting
Surabaya (WartaIndonesia) – Keragaman makanan dapat menekan risiko balita mengalami stunting. Namun, berdasarkan penelitian ditemukan bahwa keragaman pangan pada balita masih rendah.
Balita pendek atau stunting disebabkan oleh kurangnya gizi dalam waktu yang cukup lama. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan anak menjadi lebih pendek dibandingkan dengan anak dalam kondisi normal.
Hal tersebut disampaikan oleh dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR Trias Mahmudiono S.KM., MPH (Nutr.), GCAS, Ph.D saat dijumpai di Kampus C Unair Surabaya, Senin, 28 Oktober 2019.
Trias Mahmudiono menyampaikan bahwa, berdasarkan hasil penelitian, diketahui bawa keragaman pangan untuk balita masih kurang. Ada masalah distribusi pangan pada rumah tangga.
“Pada keluarga yang bisa membeli kebutuhan makan sendiri, permasalahan distribusi pangan terdapat pada ketimpangan keragaman pangan untuk balita dan orang tua. Balita cenderung mendapatkan makanan rendah protein seperti kuah bakso dan pisang kerok,” kata Trias.
Menurut Trias, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan orang dewasa dikeluarga yang makanannya begitu beragam. Padahal, balita belum bisa untuk membeli makannya sendiri dan bergantung pada keluarga agar bisa memenuhi kebutuhan gizinya.
“Untuk mencegah stunting, asupan gizi anak perlu didukung dengan pemberian makanan tinggi protein seperti telur, ikan dan hati ayam,” sambungnya.
Sementara pada keluarga yang tidak mampu, negara memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan gizi balita tersebut. Hanya saja, program pemberian bantuan berupa uang tidak direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada balita di keluarga tidak mampu.
Trias menyarankan agar program bantuan berupa pemberian produk makanan yang hanya bisa dimakan oleh balita. Seperti bubur daging, bubur kacang, bubur wortel atau jenis makanan lainnya yang cocok untuk balita dan mendukung tumbuh kembangnya.
Penelitian tersebut melibatkan 736 responden yang memiliki anak balita di rumahnya. Selain itu, penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan peneliti pada masalah stunting yang cukup tinggi di Indonesia.
Terlebih, pada tahun 2025 komitmen sustainable development goals (SGDs) menargetkan angka kejadian stunting berada pada kisaran angka 18 hingga 20. Sedangkan pada tahun 2018, angka kejadian stunting di Indonesia masih berada pada 30,7.
“Sehingga kita mau mempelajari apa saja yang dapat mempercepat penurunan masalah stunting. Dan salah satunya adalah dari kebiasaan pola makan masyarakat yang masih perlu untuk ditingkatkan lagi keragamannya,” pungkas Trias. (Tls)